Mengenal Profesi Keguruan Di Indonesia - Mas Operator
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenal Profesi Keguruan Di Indonesia

 Mas Operator - Di Indonesia tanggal 25 November ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional diperingati bersama dengan hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indinesia (PGRI). Hari Guru Nasional bukan dijadikan hari libur resmi, dan dirayakan dengan upacara peringatan di sekolah-sekolah dan pemberian tanda jasa bagi pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru.

Mengenal Profesi Keguruan Di Indonesia

Selain itu ada beberapa istilah/pengelompokkan/status sebutan bagi guru, Guru Tidak Tetap (GTT), Guru Belum Tetap (GBT), dan Guru Wiyata Bhakti (GWB) sehingga membuat sebagian guru mendapatkan perlakuan yang berbeda. Kesejahteraan pun berbeda, padahal sejatinya mereka adalah sama. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anaka usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Saat ini sebagian besar nasib guru di Indonesia sudah semakin membaik dan terlihat ada perubahannya. Meski hal itu tidak dapat secara merata dirasakan oleh para guru terutama guru yang mengajar di daerah terpencil, pelosok, daerah pulau terluar dan daerah pedalaman. Mereka seakan masih sulit menikmati kata sejahtera apalagi tercukupkan masih banyak guru yang berstatus sebagai guru honorer daerah. Namun semangat untuk mengabdi pada negara serta kecintaan mereka terhadap dunia pendidikan.

A. Awal Kemunculan Guru Di Indonesia

1. Guru di Zaman Pra-Hindu Budha, Hindu-Budha, dan Zaman Islam Masuk di Indonesia

Guru merupakan pekerjaan tertua, pekerjaan guru ada sejak manusia mampu berfikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Pada awal kemunculan, seorang membutuhkan orang lain untuk dimintai pendapat dan dijadikan panutan. Orang-orang kebanyakan mendatangi pertapa. Pada umumnya pertapa mendiami gua-gua, di bawah pohon yang besar dan rindang. Ditempat itulah kebanyakan orang awam percaya bahwa orang yang mampu bertapa/hidup tanpa ada hasrat keduniawian, memiliki ilmu yang bermanfaat.

Kebanyakan pertapa adalah orang yang memang mampu secara ekonomi, atau memiliki kekuasaan. Namun, ada juga pertapa yang berasal dari kaum yang tidak berada. Orang-orang yang mendatangi pertapa dan dijadikan muridnya, biasanya mengolah tanah yang dimiliki pertapa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Dalam kesehariannya, setalah mengolah tanah di pagi sampai siang hari, para pencari ilmu mendatangi pertapa dan meminta nasihat. Nasihat-nasihat yang diberikan biasanya berupa nasihat tentang bagaimana menjalani hidung dengan tanang sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan Tuhan. Oleh karena itu, nasihat tersebut kadang berupa tugas yang harus dilalui oleh pencari ilmu dan baru boleh kembali pada saat mereka sudah menyelesaikan tugasnya.

Selanjutnya, sistem pendidikan pada masa kerjaaan Hindu-Budha, sudah mengenal adanya guru. Pada masa Hindu-Budha, yang mengenal sistem kasta, guru berasal dari kasta Brahmana yang dikenalkan dengan nama Begawan. Dalam hal ini, kasta guru setingkat lebih rendah dari raja. Oleh karena itu, Begawan memiliki hak-hak tertentu, dan cenderung dimuliakan oleh masyarakat karena dianggap sebagai penjelmaan kehidupan spiritual kebenaran. Pada masa itu, didalam menyampaikan pengetahuan dari buku suci (Weda), para siswa tinggal di rumah Begawan tersebut serta mengabdi dengan penuh kestiaan dan pengabdian. Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada saat ajaran Budha  mempengarui Nusantara. Sistem pengajarannya menggunakan fotmat asrama sebagai sekolah sekaligus tempat tinggal para siswa dan guru. Corak pendidikan masa Hindu-Budha ternyata memberikan pengaruh pula pada sistem pendidikan Islam.

Masuknya Islam ke tanah air mempengaruhi sudut pandang masyarakat, yang memerlukan pendalam ajaran agama Islam. Oleh karena itu, dikenalkan sistem pesantren. Dalam proses belajaranya, pesantren mengandung corak pengajaran Hindu-Budha. Yang pada mulanya pembelajaran dilaksanakan di langgar-langgar atau pelataran masjid. Namun, karena jumlah santri semakin banyak maka pembelajaran dilakukan di rumah kiai. Kemudian untuk dapat memaksimalkan pemahaman akan ajaran agama Islam, maka pesantren menjadi sistem asrama. Sehingga murid atau santri tinggal berdekatan dengan guru.

2. Guru di Zaman Pendudukan Belanda di Indonesia

Pada masa kolonial Belanda memberikan warna tersendiri pada pembangunan pendidikan Indonesia. Masa kolonial Belanda memperkenalkan sekolah, yang pada dasarnya mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Adanya sekolah pada masa kolonial Belanda, bukan bermaksud mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi sekolah pada saat itu mulai memperkenalkan masyarakat pada orientasi bekerja dan upah. Tahun 1617 pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah pertama di Batavia (Jakarta). Sekolah ini masa belajarnya selama 5 (lima) tahun.

Tujuan utama sekolah ini yakni menghasilkan tenaga administrasi yang cakap, yang nantinya bisa dipekerjaan pemerintah. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Belanda. Tahun 1648 seiring dengan mulai kompleksnya mekasnisme penyelenggaraan pendidikan, maka kali pertama pemerintah kolonial Belanda membuat undang-undanga sekolah yang menjadi cikal bakal sistem sekolah yang dikenal saat ini.

Melalui sistem sekolah yang dideklarasikan oleh kolonial, maka berimbas pula pada guru. Guru yang pada awalnya diangkat secara sembarang, karena kualifikasinya hanya mampu membaca, menulis dan behitung saja. Pada April 1852 di Surakarta didirikan Kweekschool, yang merupakan sekolah guru pertama. Sejak inilah guru menjadi sebuah profesi baru dikalangan masyarakat. Guru yang akan mengajar di sekolah-sekolah diikat oleh syarat-syarat tertentu, terutama haruslah tamatan dari sekolah guru buatan Belanda.

Pada akhirnya, perguliran sejarah pergerakkan kebangsaan di tanah air telah mencatatkan figur guru tidak hanya mengajar, melainkan juga sebagai perjuang di garda depan yang mendirikan lembaga-lebaga pendidikan. Tokoh-tokoh yang mengembangkan lembaga pendidikan diantaranya, Organisasi Budi Utomo yang dipimpin oleh Drs. Wahidin Sudiro Husodo; Muahmmadiyah yang diprakarsai oleh Ahmad Dahlan; K.H. Hasyim Asyari yang mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang bertujuan mengembangkan dan memajukan pendidikan anak bangsa; serta Ki Hajar Dewantara (Suryadi Suryaningrat) yang mendirikan Perguruan Taman Siswa dengan tiga semboyannya yang sebenarnya dicetuskan oleh kakak Kartini, Sastro Kartono, yang sengaja diucapkan berdasarkan hasil pikirannya bahwa sebagai seorang guru harus berada di depan, tengah, dan belakang. Banyak tokoh pejuang lain seperti R.A. Kartini, Dewi Sartika dan Rohana Kudus yang juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dengan ciri khasnya masing-masing.

B. Guru Sebagai Profesi di Indonesia

Guru sebagai profesi di Indonesia ditandai dengan lahirnya UU Guru dan Dosen (UUGD) No. 14 Tahun 2005. UUGD lahir bertujuan untuk memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas maupun kuantitas, agar sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman, kreatif, inovatif, produktif, serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa.

Dalam kaitannya dengan Guru sebagai pendidik, maka pentingnya guru profesional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen yang menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akadmik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan pasal 28 ayat 3 PP 19 Tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:

  1. Kompetendi Pedagogik;
  2. Kompetensi Kepribadian;
  3. Kompetensi Profesional; dan
  4. Kompetensi Sosial.

Selain mengatur hal-hal penting di atas, UUGD juga mengatur hal lain yang tak kalah pentingnya bagi kemajuan dan kesejahteraan para guru. UU Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam beberapa bagian.

Pertama, pasal-pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri dari:

  1. Ketentuan umum;
  2. Keudukan, fungsi, dan tujuan; dan
  3. Prinsip profesionalitas.

Kedua, pasal-pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari:

  1. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi;
  2. Hak dan kewajiban;
  3. Wajib kerja dan ikatan dinas;
  4. Pengangkatan, penepatan, pemindahan, dan pemberhentian;
  5. Pembinaan dan pengembangan;
  6. Penghargaan;
  7. Perlindungan;
  8. Cuti; dan
  9. Organisasi profesi.

Ketiga, pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari:

  1. Kualifikasi, kompetensi, sertifikasi, dan jabatan akademik;
  2. Hak dan kewajiban dosen;
  3. Wajib kerja dan ikatan dinas;
  4. Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian;
  5. Pembinaan dan pengembangan;
  6. Penghargaan;
  7. Perlindungan; dan
  8. Cuti.

Keempat, pasal-pasal yang membahas tantang sanksi (3 pasal).

Kelima, bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 pasal).

Dari seluruh pasal tersebut di atas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen Profesional dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya.

Setelah muncul kebijakan UUGD di atas, pemerintah kemudian melahirkan banyak sekali peraturan perundang-undangan yang khusus tentang guru yang semuanya telah mengatur segala hal tentang masa depan guru yang cukup menjajikan.

Demikian artikel mengenai Mengenal Profesi Keguruan Di Indonesia, mudah-mudahan apa yang sudah Saya sampaikan pada kesempatan ini bisa bermanfaat untuk kita semuanya. Sekian, terimakasih dan Salam Mas Operator!!!.

Post a Comment for "Mengenal Profesi Keguruan Di Indonesia"